PERILAKU
ETIKA BISNIS
4EB13
Kelompok 2 :
Edwin Wahyu
Saputra 22210252
Lisnawati 24210051
Riska Andriana 26210029
Rizqi Putri Ariani 26210200
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013
Perilaku
Etika Bisnis
Lingkungan bisnis yang mempunyai prilaku
etika, dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa ada beberapa hal yang
diperhatikan antara lain adalah pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan, dan menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu
mengatakan yang benar itu. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta
kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat
dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala .
dalam menghadapi era globalisasi dapat dia atasi .
dalam menghadapi era globalisasi dapat dia atasi .
Moral
merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak
sebagai rambu-rambu yang merupakan
kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin
kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji yang harus selalu
dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati
oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya.
Dunia
bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha,
tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal
ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan
antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain
agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
A.
Lingkungan Bisnis
Lingkungan
bisnis adalah segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas bisnis dalam suatu
lembanga organisasi atau perubahan. Faktor – factor yang mempengaruhi
lingkungan bisnis adalah :
1. Lingkungan
internal
Segala sesuatu didalam
organisasi atau perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi atau perusahaan
tersebut.
2. Lingkungan
Eksternal
Segala sesuatu di luar
batas-batas organisasi atau perusahaan yang mempengaruhi organisasi atau
perusahaan.
Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu
dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin
tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau
swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah,
maupun perusahaan berskala kecil.
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan
lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak
etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka
dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan
dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
B.
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan
perdagangan atau bisnis tidak pernah lluput dari sorotan etika. Perhatian etika
untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu
dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan
contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian
bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa
disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian
yang besar dan intensif.
Etika
bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama
kali timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya, menurut
Richard De George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan
business ethics.
Masa
lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis
pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas
krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka
bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan
tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai
merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European
Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi
dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional dan internasional.
C.
Etika
Bisnis
Etika bisnis merupakan cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Macam-macam
teori etika bisnis, yaitu:
a) Utilitarisme (utilitarianism)
Utilitarisme berarti suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja
satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan jadi tidak boleh
dimengerti dengan cara egoistis.
b) Deontologi
Deontologi lebih menekankan pada
perbuatan yang tidak dihalalkan karena tujuannya maksudnya kita tidak pernah boleh melakukan
sesuatu yang jahat supaya dihasilkan sesuatu yang baik.
c) Teori Hak
Teori Hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teri deontologi,
karena hak berkaitan dengan kewajiban.
d) Teori Keutamaan
Dalam teori keutamaan, baik buruknya
perilaku manusia dipastikan berdasarkan suatu prinsip atau norma. Kalau sesuai
dengan norma, suatu perbuatan adalah baik, kalau tidak sesuai, perbuatan adalah
buruk.
Etika
Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang
profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap
dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat
pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang
mendalam.Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis,
dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu
sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika
profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi
akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain
(publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
D. Kepedulian
Bisnis Terhadap Etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas 4 sampai ke daerah-daerah, dan
meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke
meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di
kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi
krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara
untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya
diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan
investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para
pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam
kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini
masih cenderung pada sisi "emosional" saja
dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal
segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen
pasar konvensional, meski tidak "mengenal"
sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi
etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis
tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing
pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini,
maka implementasinyapun berbeda pula,
Keberadaan
etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem
kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun
seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai
sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu
dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat
bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan
masalah etika dan moral, masalah tertib hukum
pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan
bahwa berbisnis sama artinya dengan
menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan
moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang
harus dipertanggungjawabkan di depan
pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia.
Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengankaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatanmelanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalahkorupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudahjelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan,
danpelanggaran hak asasi manusia.
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat
beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika
hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun
etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika
tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri.
Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi
yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak
interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan
begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan
sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam
setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu
etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan
perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar
berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah :
1. Pengendalian
diri
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk teromabng-ambing oleh pesatnya
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
5. Menerapkan
konsep ”Pembangunan Berkelanjutan”
6. Menghindari
sifat 5K (Katabalace, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu
menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
9. Konsekuensi
dan konsistensi dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkankembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
E. Ketergantungan Bisnis Terhadap Etika
Pada kenyataan yang ada pada saat ini, masih banyak dari
masyarakat belum mengenal apa itu etika dalam berbisnis tidak perlu menggunakan
etika, karena urusan etika hanya berlaku dimasyarakat yang memiliki kultur
budaya yang kuat. Ataupun etika menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada
kenyataannya etika tetap saja masih berlaku ddan banyak diterapkan di
masyarakat itu sendiri. Bagaimana dilingkungan perusahaan ? perusahaan juga
sebuah organisasi yang memili struktur yang jelas dalam pengelolaannya. Ada
banyak interaksi antara pribadi maupun institusi yang terlibat didalamnya.
Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya
penyelewengan saat mungkin terjadi, baik dalam tataran manajemen atau personal
dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar, untuk
itu ternyata etika diperlukan sebagai control akan kebijakan. Demi kepentingan
perusahaan itu sendiri oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar
berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Terdapat dua pandangan
tanggung jawab sosial, yaitu :
1.
Padangan klasik
Pandangan ini menyatakan bahwa tanggung jawab
sosial manajemen adalah memaksimalkan laba. Pada padangan ini manajer mempunyai
kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham
karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
2.
Padangan sosial ekonomi
Pandangan ini menyatakan bahwa tanggung jawab
sosial manajemen bukansekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencangkup
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Daftar Pustaka