Rabu, 25 September 2013

Bawang Merah Bawang Putih

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.




SEMERU

Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.
Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT.
Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.
Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.
Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT.
Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.
Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Gas beracun ini dikenal dengan sebutan Wedhus Gembel (Bahasa Jawa yang berarti "kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti rambut gimbal) oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajatCelsius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember - Januari sering ada badai.
Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif. Pada bulan November 1997 Gunung Semerumeletus sebanyak 2990 kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.
Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter. Material yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir,kerikil, bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa korban jiwa, walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik.
Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.
Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November - April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celsius.
Suhu rata-rata berkisar antara 3°c - 8°c pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15°c - 21°c. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin disepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin dingin.
Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (2.392m) Gn. Batok (2.470m) Gn.Kursi (2,581m) Gn.Watangan (2.662m) Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.
Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominir oleh Kirinyuh, alang-alang, tembelekan, harendong dan Edelwiss putih, Edelwiss yang banyak terdapat di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Dan juga ditemukan beberapa jenis anggrek endemik yang hidup di sekitar Semeru Selatan.
Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain : macan kumbang, budeng, luwak, kijang, kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.
Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn (1945) seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti sekarang ini.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.
Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.
Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.
Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan mahluk halus.

Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.



99 Asmaul Husnah

1 .ar-Rahmaan : Yang Maha Pemurah (Al-Faatihah: 3)
2 .ar-Rahiim : Yang Maha Pengasih (Al-Faatihah: 3)
3. al-Malik :  Maha Raja (Al-Mu’minuun: 11)
4. al-Qudduus : Maha Suci (Al-Jumu’ah: 1)
5. as-Salaam : Maha Sejahtera (Al-Hasyr: 23)
6. al-Mu’min : Yang Maha Terpercaya (Al-Hasyr: 23)
7. al-Muhaimin : Yang Maha Memelihara (Al-Hasyr: 23)
8. al-’Aziiz : Yang Maha Perkasa (Aali ‘Imran: 62)
9. al-Jabbaar : Yang Kehendaknya Tidak Dapat Diingkari (Al-Hasyr: 23)
10. al-Mutakabbir : Yang Memiliki Kebesaran (Al-Hasyr: 23)
11. al-Khaaliq : Yang Maha Pencipta (Ar-Ra’d: 16)
12. al-Baari’ : Yang Mengadakan dari Tiada (Al-Hasyr: 24)
13. al-Mushawwir : Yang Membuat Bentuk (Al-Hasyr: 24)
14. al-Ghaffaar : Yang Maha Pengampun (Al-Baqarah: 235)
15. al-Qahhaar : Yang Maha Perkasa (Ar-Ra’d: 16)
16. al-Wahhaab : Yang Maha Pemberi (Aali ‘Imran: 8)
17. ar-Razzaq : Yang Maha Pemberi Rezki (Adz-Dzaariyaat: 58)
18. al-Fattaah : Yang Maha Membuka (Hati) ( Sabaa’: 26)
19. al-’Aliim : Yang Maha Mengetahui (Al-Baqarah: 29)
20. al-Qaabidh : Yang Maha Pengendali (Al-Baqarah: 245)
21. al-Baasith : Yang Maha Melapangkan (Ar-Ra’d: 26)
22. al-Khaafidh : Yang Merendahkan (Hadits at-Tirmizi)
23. ar-Raafi’ : Yang Meninggikan (Al-An’aam: 83)
24. al-Mu’izz : Yang Maha Terhormat (Aali ‘Imran: 26)
25. al-Mudzdzill : Yang Maha Menghinakan (Aali ‘Imran: 26)
26. as-Samii’ : Yang Maha Mendengar (Al-Israa’: 1)
27. al-Bashiir : Yang Maha Melihat (Al-Hadiid: 4)
28. al-Hakam : Yang Memutuskan Hukum (Al-Mu’min: 48)
29. al-’Adl : Yang Maha Adil (Al-An’aam: 115)
30. al-Lathiif : Yang Maha Lembut (Al-Mulk: 14)
31. al-Khabiir : Yang Maha Mengetahui (Al-An’aam: 18)
32. al-Haliim : Yang Maha Penyantun (Al-Baqarah: 235)
33. al-’Azhiim : Yang Maha Agung (Asy-Syuura: 4)
34. al-Ghafuur : Yang Maha Pengampun (Aali ‘Imran: 89)
35. asy-Syakuur : Yang Menerima Syukur (Faathir: 30)
36. al-’Aliyy : Yang Maha Tinggi (An-Nisaa’: 34)
37. al-Kabiir : Yang Maha Besar (Ar-Ra’d: 9)
38. al-Hafiizh : Yang Maha Penjaga (Huud: 57)
39. al-Muqiit : Yang Maha Pemelihara (An-Nisaa’: 85)
40. al-Hasiib : Yang Maha Pembuat Perhitungan (An-Nisaa’: 6)
41. al-Jaliil : Yang Maha Luhur (Ar-Rahmaan: 27)
42. al-Kariim : Yang Maha Mulia (An-Naml: 40)
43. ar-Raqiib : Yang Maha Mengawasi (Al-Ahzaab: 52)
44. al-Mujiib : Yang Maha Mengabulkan (Huud: 61)
45. al-Waasi’ : Yang Maha Luas (Al-Baqarah: 268)
46. al-Hakiim : Yang Maha Bijaksana (Al-An’aam: 18)
47. al-Waduud : Yang Maha Mengasihi (Al-Buruuj: 14)
48. al-Majiid : Yang Maha Mulia (Al-Buruuj: 15)
49. al-Baa’its : Yang Membangkitkan (Yaasiin: 52)
50. asy-Syahiid : Yang Maha Menyaksikan (Al-Maaidah: 117)
51. al-Haqq : Yang Maha Benar (Thaahaa: 114)
52. al-Wakiil : Yang Maha Pemelihara (Al-An’aam: 102)
53. al-Qawiyy : Yang Maha Kuat (Al-Anfaal: 52)
54. al-Matiin : Yang Maha Kokoh (Adz-Dzaariyaat: 58)
55. al-Waliyy : Yang Maha Melindungi (An-Nisaa’: 45)
56. al-Hamiid : Yang Maha Terpuji (An-Nisaa’: 131)
57. al-Muhshi : Yang Maha Menghitung (Maryam: 94)
58. al-Mubdi’ : Yang Maha Memulai (Al-Buruuj: 13)
59. al-Mu’id : Yang Maha Mengembalikan (Ar-Ruum: 27)
60. al-Muhyi : Yang Maha Menghidupkan (Ar-Ruum: 50)
61. al-Mumiit : Yang Maha Mematikan (Al-Mu’min: 68)
62. al-Hayy : Yang Maha Hidup (Thaahaa: 111)
63. al-Qayyuum : Yang Maha Mandiri (Thaahaa: 11)
64. al-Waajid : Yang Maha Menemukan (Adh-Dhuhaa: 6-8)
65. al-Maajid : Yang Maha Mulia (Huud: 73)
66. al-Waahid : Yang Maha Tunggal (Al-Baqarah: 133)
67. al-Ahad : Yang Maha Esa (Al-Ikhlaas: 1)
68. ash-Shamad : Yang Maha Dibutuhkan (Al-Ikhlaas: 2)
69. al-Qaadir : Yang Maha Kuat (Al-Baqarah: 20)
70. al-Muqtadir : Yang Maha Berkuasa (Al-Qamar: 42)
71. al-Muqqadim : Yang Maha Mendahulukan (Qaaf: 28)
72. al-Mu’akhkhir : Yang Maha Mengakhirkan (Ibraahiim: 42)
73. al-Awwal : Yang Maha Permulaan (Al-Hadiid: 3)
74. al-Aakhir : Yang Maha Akhir (Al-Hadiid: 3)
75. azh-Zhaahir : Yang Maha Nyata (Al-Hadiid: 3)
76. al-Baathin : Yang Maha Gaib (Al-Hadiid: 3)
77. al-Waalii : Yang Maha Memerintah (Ar-Ra’d: 11)
78. al-Muta’aalii : Yang Maha Tinggi (Ar-Ra’d: 9)
79. al-Barr : Yang Maha Dermawan (Ath-Thuur: 28)
80. at-Tawwaab : Yang Maha Penerima Taubat (An-Nisaa’: 16)
81. al-Muntaqim : Yang Maha Penyiksa (As-Sajdah: 22)
82. al-’Afuww : Yang Maha Pemaaf (An-Nisaa’: 99)
83. ar-Ra’uuf : Yang Maha Pengasih (Al-Baqarah: 207)
84. Maalik al-Mulk : Yang Mempunyai Kerajaan (Aali ‘Imran: 26)
85. Zuljalaal wa al-’Ikraam : Yang Maha Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan (Ar-Rahmaan: 27)
86. al-Muqsith : Yang Maha Adil (An-Nuur: 47)
87. al-Jaami’ : Yang Maha Pengumpul (Sabaa’: 26)
88. al-Ghaniyy : Yang Maha Kaya (Al-Baqarah: 267)
89. al-Mughnii : Yang Maha Mencukupi (An-Najm: 48)
90. al-Maani’ : Yang Maha Mencegah (Hadits at-Tirmizi)
91. adh-Dhaarr : Yang Maha Pemberi Derita (Al-An’aam: 17)
92. an-Naafi’ : Yang Maha Pemberi Manfaat (Al-Fath: 11)
93. an-Nuur : Yang Maha Bercahaya (An-Nuur: 35)
94. al-Haadii : Yang Maha Pemberi Petunjuk (Al-Hajj: 54)
95. al-Badii’ : Yang Maha Pencipta (Al-Baqarah: 117)
96. al-Baaqii : Yang Maha Kekal (Thaahaa: 73)
97. al-Waarits : Yang Maha Mewarisi (Al-Hijr: 23)
98. ar-Rasyiid : Yang Maha Pandai (Al-Jin: 10)
99. ash-Shabuur : Yang Maha Sabar

Dongeng Timun Mas

Dahulu kala di daerah Teluk Pandak terdapatlah sebuah padi sebesar buah kelapa. Masyarakat setempat tidak pernah tahu dari mana asalnya. Padi itu ditemukan oleh seorang penduduk di sekitar rumahnya. Padi yang ditemukan itu bukanlah padi lengkap dengan batangnya, namun hanya sebuah biji padi sebesar kelapa lengkap dengan cangkangnya. Penduduk Teluk Pandak percaya bahwa padi itu merupakan titisan dari Dewi Sri. Mereka seperti mendapatkan berkah dengan turunnya padi itu ke tempat mereka.
Saat musim tanam tiba, masyarakat membawa padi sebesar kelapa tersebut ke sawah yang akan ditanami. Setelah padi di tanam, masyarakat berkumpul untuk melakukan doa bersama agar padi yang ditanam mendapat berkah dari Tuhan. Sekelompok muda-mudi membawakan tari Dewi Sri. Tarian itu diiringi oleh lagu yang bersyair doa dan pujian kepada Tuhan. Lagu itu mereka namakan dengan Nandung. Kulit padi mereka pukul-pukul sebagai gendang pengiring tarian Dewi Sri. Waktu terus berjalan. Musim panen pun tiba. Masyarakat kembali berkumpul dan bersama-sama melakukan panen. Panen pertama ini mereka lakukan hanya untuk sebagian kecil padi yang akan digunakan untuk acara makan bersama. Saat akan menuai padi, mereka menimang-nimang padi titisan Dewi Sri itu sambil melantunkan puji-pujian kepada Tuhan atas keberhasilan tanaman mereka. Padi yang sudah dituai kemudian diirik dengan kaki. Setelah itu padi dijemur. Setelah menjadi beras, padi itu dimasak dan dipersiapkanlah sebuah acara makan bersama. Dalam acara itu padi sebesar kelapa itu kembali dibawa. Sebelum makan mereka melagukan syair-syair yang intinya adalah syukuran, doa mohon keberkahan, dan keselamatan kepada Tuhan. Acara makan pun selesai. Keesokan harinya masyarakat secara bersama-sama memanen seluruh padi.
Setelah seluruh padi selesai dipanen, tumbuhlah anak padi dari bekas batang padi yang tinggal. ini lebih kecil. Mereka menamakan padi yang lebih kecil itu dengan Salibu. Padi itu ukurannya lebih kecil dari ukuran padi biasa. Salibu itu kemudian di panen. Setelah dipisahkan dari cangkangnya, Salibu kemudian digonseng dan ditumbuk hingga berbentuk emping. Proses menggonseng hingga menumbuk Salibu dilakukan oleh muda-mudi dari sore hingga malam hari. Selama proses itu tidak jarang ada muda-mudi yang akhirnya berjodoh. Emping dari Salibu kemudian dimakan bersama-sama dalam acara pernikahan muda-mudi yang berjodoh itu.